SILOGISME
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia telah terbiasa untuk berpikir. Hamper setiap saat manusia
berpikir baik itu berpikir yang sederhana maupun berpikir yang kritis. Salah
satu bentuk manusia berpikir adalah dengan menarik sebuah kesimpulan dari
pernyataan yang ada sebelumnya yang sesuai dengan kebenaran.
Ada dua cara berpikir yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan
kesimpulan atau pengetahuan baru yang benar, yaitu berpikir dengan metode
deduktif dan induktif. Deduktif adalah cara berpikir dari pernyataan yang
bersifat umum, menuju kesimpulan yang bersifat khusus.
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak mempergunakan penalaran tak
langsung yang dalam ilmu logika dikenal dengan silogisme. Silogisme disebut juga
penalaran deduktif secara tidak langsung. Silogisme dikembangkan oleh
Aristoteles.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian dari silogisme?
2.
Apa saja macam-macam dan bentuk silogisme?
3.
Bagaimana struktur silogisme?
C.
TUJUAN
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Logika, juga diharapkan agar
mahasiswa lebih mengetahui apa itu silogisme, apa saja macam-macam dan bentuk
silogisme, serta bagaimana struktur silogisme. Selain itu juga untuk lebih
mengerti bagaimana contoh-contoh kalimat silogisme dan penerapannya dalam
kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SILOGISME
Silogisme adalah proses logis yang terdiri dari tiga bagian. Dua
bagian pertama merupakan premis-premis atau pangkal tolak penalaran (deduktif)
syllogistik. Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat
antara kedua bagian pertama melalui pertolongan term penengah (M). bagian
ketiga ini disebut juga kesimpulan yang berupa pengetahuan baru (konsekuens).[1]
Dilihat dari bentuknya silogisme adalah contoh yang paling tegas dalam cara
berpikir deduktif yakni mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umum.
Suatu premis adalah suatu pernyataan yang dirumuskan sedemikian
rupa sehingga pernyataan tadi menegaskan atau menolak bahwa sesuatu itu benar
atau tidak benar. Suatu premis dapat mengatakan suatu fakta, suatu
generalisasi, atau sekedar suatu asumsi atau sesuatu yang spesifik.
Contoh[2]:
1.
Semua makhluk mempunyai mata (premis mayor)
2.
Si kacong adalah seorang makhluk hidup (premis minor)
3.
Jadi si kacong mempunyai mata (kesimpulan)
Maka ketetapan
penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor,
kebenaran premis minor dan keabcahan pengambilan kesimpulan.
B.
STRUKTUR SILOGISME
Pada dasarnya
silogisme mempunyai empat bagian[3]:
1.
Bagian pertama adalah keputusan pertama, yang biasanya disebut
premis mayor. Premis mempunyai arti kalimat yang dijadikan dasar penarikan
kesimpulan. Mayor artinya besar. Premis mayor artinya pangkal piker yang
mengandung term mayor dari silogisme itu, dimana nantinya akan muncul menjadi
predikat dalam konklusi (kesimpulan).
2.
Bagian kedua adalah keputusan kedua, yang umumnya disebut dengan
premis minor. Premis minor artinya pangkal pikiran yang mengandung term minor
(kecil) dari silogisme itu, dimana nantinya akan muncul menjadi subyek dalam
konklusi.
3.
Bagian ketiga adalah bagian-bagian yang sama dalam dua keputusan
tersebut, yang biasanya disebut medium atau term menengah (middle term), karena
ia terdapat pada kedua premis (mayor dan minor), maka bertindak sebagai
penghubung (medium) antara keduanya, tetapi tidak muncul dalam konklusi.
4.
Bagian keempat adalah keputusan ketiga yang disebut konklusi atau
kesimpulan, adalah merupakan keputusan baru (dari dua keputusan sebelumnya)
yang mengatakan bahwa apa yang benar dalam mayor, juga benar dalam term minor.
C.
MACAM-MACAM SILOGISME
1.
Silogisme kategoris
Silogisme
kategoris adalah struktur suatu deduksi
berupa suatu proses logis yang terdiri dari tiga bagian yang masing-masing
bagiannya berupa pernyataan kategoris (pernyataan tanpa syarat). Bentuk
silogisme kategoris dapat membantu menunjukan jalan atau tahap-tahap
penalarannya. Misalnya seseorang ditanya, “Mengapa korupsi itu haram?” maka
akan dicari alasannya, kemudian berkata “karena korupsi adalah mencuri”. Jika
kemudian diberi bentuk logis, maka dapat diperoleh silogisme berikut[4]:
M = P
S = M
|
S = P
|
Mencuri
itu haram
Korupsi adalah
mencuri
|
Maka korupsi adalah
haram
|
|
Keterangan:
S = Subyek; P = Predikat; M = Middle term.
→ korupsi adalah mencuri, dan mencuri termasuk hal-hal yang
haram → maka korupsi haram.
Kenapa hal
tersebut perlu dirumuskan demikian? Karena perumusan seperti itu dengan jelas
memperlihatkan titik pangkal pemikiran, dan jalan pikiran yang terkandung di
dalamnya. Jika penalarannya baik, maka silogisme dengan jelas memperlihatkan
apa alasan-alasan atau dasar-dasarnya.
Kebanyakan
ucapan orang mengandung satu putusan atau lebih yang tersembunyi dan menjadi
titik pangkal suatu penalaran, tetapi tidak disebutkan dengan jelas, bahkan
sering kali tidak disadari oleh si penalar (pemikir). Maka, untuk menganalisis
suatu pemikiran, haruslah kita:
·
Menjabarkan putusan-putusan menjadi bentuk S = P
·
Merumuskan putusan-putusan, dalil-dali, atau
generalisasi-generalisasi yang tersembunyi sehingga menjadi terlihat dengan
jelas, dalam bentuk silogisme.
Misalnya : “Poligami kita tolak karena
merendahkan derajat wanita”.
Kesimpulan : Poligami = kita tolak (S =
P)
Alasannya : Poligami = merendahkan
derajat wanita (M)
Silogismenya : Yang merendahka derajat wanita = kita tolak (M
= P)
Poligami = merendahkan
derajat wanita…….(S =M)
Jadi poligami = kita tolak (S = P)
Untuk penjabaran pemikiran-pemikiran macam ini menjadi silogisme diperlukan
langkah-langkah berikut:
1.
Tentukan dahulu kesimpulan yang dikemukakan, kesimpulan biasanya
tidak tersembunyi dan dinyatakan dalam kata-kata, seperti: karena itu, maka
dari itu, jadi, dan sebagainya.
2.
Jika kesimpulan telah dirumuskan, maka dicari apa alasannya yang dikemukakan
(“karena”-nya). Alasan ini biasanya menunjukan M.
3.
Jika telah dimengerti S dan P (dari kesimpulan) serta M (dari
alasan) maka dapatlah disusun silogisme, (kesimpulan dulu) (S = P), lalu minor
(yang mengandung S dan M), lalu mayor. Mayor ini merumuskan titik pangkal yang
sebenarnya.
2.
Silogisme hipotetis
Silogisme hipotetis
adalah argument yang premis mayornya berupa posisi hipotetik, sedangkan premis
minornya adalh proposisi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term
antecedent atau term konsekuen premis mayornya.
Pada silogisme
hipotetis tida mempunyai premis mayor maupun minor karena kita keahui premis
mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan premis minor itu
mengandung term subyek pada konklusi. Pada silogisme hipotetis term konklusi
adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis mayornya.
Karena premis pertama
mengandung permasalahan yang lebih umum, maka kita sebut premis mayor, bukan
karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan premis minor, bukan karena ia
mengandung term minor, tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus.[5]
Macam-macam silogisme hipotetis[6]:
a.
Silogisme hipotetis yang premis minornya mengakui bagian
antecedent, seperti:
ü Jika hujan,
saya naik becak
Sekarang hujan
Jadi saya naik becak
b.
Silogisme hipotetis yang premis minornya mengakui bagian
konsekuen-nya, seperti:
ü Bila hujan,
bumi akan basah
Sekarang bumi telah basah
Jadi hujan telah turun
c.
Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari antecedent,
seperti:
ü Jika politik
pemerintahan dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, jadi
kegelisahan tidak akan timbul.
d.
Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuen-nya, seperti:
ü Bila mahasiswa
turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
3.
Silogisme Disjungtif[7]
Silogisme
disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan
premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternative yang disebut oleh premis mayor. Seperti halnya silogisme hipotetis,
istilah premis mayor dan minor disini adalah secara analog, bukan penggunaan
semestinya. Macam-macam silogisme disjungtif:
a.
Silogisme disjungtif dalam arti luas: premis mayornya mempunyai
alternative bukan kontradiktif, seperti:
·
Hasan dirumah atau di pasar
Ternyata tidak dirumah
Jadi di pasar
b.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit: mayornya mempunyai
alternative kontradiktif, seperti:
·
Ia lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus, jadi
Ia bukan tidak lulus.
Silogisme disjungtif
dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe, yaitu:
1)
Premis minornya mengingkari
salah satu alternative, konklusi-nya adalah mengakui alternative yang
lain, seperti:
v Ia berada di
luar atau di dalam
Ternyata tidak berada di luar
Jadi ia berada di dalam
2)
Premis minor mengakui salah satu alternative, kesimpulannya adalah
mengingkari alternative yang lain, seperti:
v Budi di masjid
atau di sekolah
Ia berada di sekolah
Jadi ia tidak berada di masjid
4.
Dilema
Dilema adalah semacam
pembuktian, yang didalamnya terdiri dari dua atau lebih putusan disjungtif
untuk ditarik kesimpulan yang sama atau dibuktikan bahwa dari masing-masing
kemungkinan harus ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki. Dilemma merupakan
suatu kombinasi dari berbagai bentuk silogisme. Mayor terdiri dari sebuah
putusan disjungtif. Dalam minor diambil kesimpulan yang sama dari kedua
alternative.
Bagan dilemma:
bentuknya bermacam-macam. Bentuk pokoknya sebagai berikut[8]:
A,
atau tidak A.
Nah,
kalau A, maka B.
Kalau
tidak A, toh B
Jadi
B.
Contoh[9]:
Jika engkau berbuat adil manusia akan membencimu. Jika engkau
berbuat tidak adil dewa-dewa akan membencimu. Sedangkan kau harus bersikap adil
atau tidak adil. Berbuat adil atau pun tidak engkau akan dibenci.
D.
BENTUK-BENTUK SILOGISME
Bentuk-bentuk silogisme dibedakan berdasarkan letak term penengah
atau mediumnya, yang terbagi menjadi empat diantaranya[10]:
a.
Bentuk I M - - - P
S - - - M
S P
Term penengah (M) merupakan subjek di dalam premis mayor dan
menjadi predikat di dalam premis minor. Aturan yang harus dipatuhi: premis
minor harus berupa penegasan (afirmatif), sedangkan premis mayor bersifat umum.
(universal).

Mencuri adalah dilarang Tuhan
Jadi : mencuri adalah mengandung bahaya.
b. Bentuk II P - - - M
S -
- - M
S P
Term penengah (M) menjadi predikat di dalam premis mayor dan premis
minor. Aturan yang harus dipatuhi; salah satu sebuah premis harus negative, dan
premis mayor bersifat umum (universal).

Tidak satu pun benda mati membutuhkan air
Jadi : tidak satu pun benda mati adalah tumbuhan
c.
Bentuk III M - - - P
M -
- - S
S P
Term penengah menjadi subjek di premis mayor dan premis minor.
Aturan yang harus dipatuhi: premis minor harus berupa penegasan (afirmatif) dan
kesimpulannya bersifat particular.

Beberapa poltikus adalah sarjana
Jadi: sebagian sarjana adalah pandai berbicara
d.
Bentuk IV P - - - M
M -
- - S
S P
Term penengah menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subyek
pada premis minor. Aturan yang harus dipatuhi: jika premis mayornya afirmatif
maka untuk premis minornya harus universal dan jika premis minornya negative
maka premis mayor harus universal.



BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Silogisme adalah proses logis yang terdiri dari tiga bagian. Dua
bagian pertama merupakan premis-premis atau pangkal tolak penalaran (deduktif)
syllogistik. Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat
antara kedua bagian pertama melalui pertolongan term penengah (M). bagian
ketiga ini disebut juga kesimpulan yang berupa pengetahuan baru (konsekuens).
Macam-macam silogisme dibagi menjadi 4, yaitu silogisme kategoris, silogisme
hipotetis, silogisme disjungtif, dan dilemma.
Struktur silogisme terbagia menjadi 4 bagian, yakni premis mayor,
premis minor, term penengah, dan konklusi (kesimpulan). Bentuk-bentuk silogisme
terbagi menjadi empat bentuk.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini kami
buat, tak lupa kami mohon maaf kepada semua pihak. Kritik dan saran penulis
harapkan, demi perbaikan penulisan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
DAFTAR PUSTAKA
W. Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso. 1999. Logika ilmu menalar.
Bandung, Pustaka Grafika.
Mundiri.
1996. LOGIKA. Jakarta, RajaGrafindo Persada.
kiteklik.blogspot.co.id/2011/06/macam-silogisme-dalam-logika.html?m=1
soltpaku.blogspot.co.id/2013/09/pembahsan-silogisme-disertai-contoh.html?m=1
[1] W. Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso, Logika ilmu menalar,
(Bandung: Pustaka Grafika, 1999), 150.
[2] Artikel diakses pada 27 November 2015 dari kiteklik.blogspot.co.id/2011/06/macam-silogisme-dalam-logika.html?m=1
[3] Ibid,..
kiteklik.blogspot.co.id/2011/06/macam-silogisme-dalam-logika.html?m=1
[4] Ibid,.. 152
[5] Mundiri, LOGIKA, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), 111.
[6] Ibid,.. 111-112
[7] Ibid,.. 115-116.
[8] W. Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso, Logika ilmu menalar,..
162.
[9] Mundiri, LOGIKA,.. 118
[10] Pak HaBe, pembahasan silogisme dan contoh kalimat bagian 2, artikel
diakses pada 29 November 2015 dari soltpaku.blogspot.co.id/2013/09/pembahsan-silogisme-disertai-contoh.html?m=1
Komentar
Posting Komentar